Dimana Tuhan?

by | Jul 9, 2021 | Chaplain | 0 comments

Refleksi saat Lockdown.

Ada yang terasa aneh saat Lockdown kali ini (25 Juni 2021 – 16 Juli 2021). Lockdown sebelumnya, tahun lalu, bersama umat CIC saya malah sibuk. Membuat konten-konten Youtube, misa online, konseling, dan lain-lain. Kali ini tidak ada banyak kegiatan karena menyadari virus covid varian Delta sangat menular. Apalagi Randwick tempat saya tinggal termasuk zona merah.

Dalam keheningan, saya bisa mengakrapi perasaan-perasaan dan merefleksikannya dalam iman. Kecemasan adalah hal yang saya kenali ada dalam diri saya. Karena mungkin seperti anda, saya juga memiliki teman-teman, saudara, yang terpapar Covid-19. Bahkan anak sepupu saya meninggal di usia 20 tahun.

Dimana Tuhan? Itulah pertanyaan yang muncul dari frustasi. Kenapa Tuhan tidak turun tangan. Apakah kita harus menunggu seperti Umat Israel yang menderita lama dalam perbudakan di Mesir sebelum mendapatkan tanah yang dijanjikan? Ketika penderitaan dan frustasi itu kita alami sendiri, dan kita bukan sekedar menonton penderitaan orang lain, maka ungkapan bijak seperti “semua indah pada waktunya” terasa sangat menyebalkan (bukan maksudnya saya tidak suka ungkapan itu, tetapi dalam suasana Covid-19 di mana teman, sahabat dan saudara ada yang meninggal, ungkapan itu terasa hampa). Juga saat membaca buku rohani semisal On the Christian Meaning of Human Suffering tulisan Bapa Paus. Hati tetap terasa hampa.

Saya merasa sepeti para rasul yang ditantang Tuhan, “Apakah kalian juga mau meninggalkan Aku?” (Yoh 6:67). Dan seperti para rasul, saya akan menjawab, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda hidup yang kekal” (Yoh 6:68).

Iman kita kepada Tuhan tidak kita dasarkan pada perasaa, namun terjangkar dalam di hati kita. Hati yang adalah keseluruhan kita, budi, perasaan, kehendak dan kebebasan. Kepercayaan teguh bahwa kendati saya tidak memahami, pastilah penderitaan ini ada maknanya. Asalkan kita mempersatukan dengan Yesus, yang juga sangat menderita dalam hidupnmya. “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” (1 Pet 4:13).

Dimana Tuhan? Tuhan tetap sama, dia di hati kita. Dia juga hadir dalam penderitaan kita. Dan jika Tuhan di hati kita, maka kita akan tetap mencintai seperti Kristus mencintai.

Dalam kesempitan lockdown ini kita tetap mencari celah-celah untuk mengasihi. Sekecil apapun, seperti tinggal di rumah dan berdoa Rosario untuk mereka yang ada dalam penderitaan yang lebih besar dari yang kita alami, asalkan kita doakan dalam kasih.

Saudaramu dalam Tuhan,
Rm. Petrus Suroto MSC

Kategori