Apakah Membungakan Uang Itu Dosa?

by | Sep 24, 2021 | Chaplain | 0 comments

Romo, apakah membungakan uang atau riba itu dosa dalam ajaran Gereja Katolik?

Sampai abad ke-16, ada ajaran umum bahwa mengambil bunga (riba, atau usury dalam bahasa Inggris) adalah imoral, dan dinyatakan sebagai tindakan dosa. Ajaran ini didasarkan pada Perjanjian Lama. “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu” (Imamat 25:36). Mengambil bunga dianggap sebagai sebuah pencurian, karena mengambil uang tanpa usaha.

Ajaran ini bisa dimengerti karena sampai abad ke-16, mayoritas manusia hidup dalam dunia pertanian. Ketika terjadi gagal panen atau bencana alam, orang kecil akan sangat menderita. Mereka akan terpaksa meminjam uang. Membebankan riba akan menyengsarakan orang kecil.

Namun kemudian ada pengecualian.  Kalau tidak salah mulai abad ke-15, tata ekonomi mulai berubah dengan semakin majunya bisnis. Pengecualian itu adalah:

Pertama, Partnership atau kerjasama bisnis. Dua orang atau lebih bisa bekerjasama untuk mendapatkan profit. Ketika seseorang berinvestasi untuk mendapatkan profit, maka ada kemungkinan usahanya gagal. Maka bisa diterima jika investor itu menerima keuntungan usaha.

Kedua, konpensasi atas kerusakan  (compensation for damages). Jika kita meminjamkan sesuatu, maka ada kemungkinan barang yang dipinjamkan itu rusak. Maka adalah hal yang diperbolehkan jika mendapatkan kompensasi dari barang yang dipinjamkan.

Dinamika perubahan ini kemudian meluas, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dimana sebuah usaha memerlukan modal. Maka patokan moralnya sesudah abad ke-16:

  1. Mengingat bahwa nilai uang bisa berkurang saat mulai dipinjamkan dan dikembalikan, maka pemberi pinjaman boleh mendapatkan profit.
  2. Kompensasi dari kegagalan. Meminjamkan uang atau barang ada resiko bahwa usaha itu gagal. Maka dia berhak untuk mendapatkan interest atas pinjaman yang diberikan.
  3. Uang tidak lagi dilihat statis, tetapi bisa berbunga dan berproduksi.

Dalam lintasan sejarah juga diputuskan oleh moral Gereja Katolik bahwa hal-hal ini dapat diterima secara moral. Pertama adalah insurance. Kedua di Italy mulai muncul rumah gadai (pawnshop). Pengambilan bunga atas barang yang dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman diterima sebagai tindakan yang tidak melanggar moral mengingat bahwa toko memerlukan administrasi dan resiko kerusakan. Ketiga, adalah diperbolehkan secara moral, pemerintah mengeluarkan bonds atau surat pinjaman kepada masyrakatdengan memberikan bunga untuk pembangunan yang membutuhkan biaya yang besar. Hal ini juga diterima secara moral.

Pada abad ke-17, bunga sudah tidak lagi dianggap pencurian, dan imoral. Perubahan cara memandang ini sebenarnya sudah terlihat dari bahasa yang dipakai. Dalam bahasa Inggris tidak dipakai kata usury, melainkan interest. Dalam bahasa Indonesia tidak lagi dipakai kata riba, tetapi kata bunga.

Pun demikian, kalau saudaramu sakit dan kesulitan dan kemudian meminjam uang. Namun kemudian dibebankan bunga yang mencekik, tentu saja hal ini tetap imoral. Hal yang sama juga kalau ada yang meminjamkan uang, kemudian memberi riba yang mencekik, seperti 1% perhari, kemudian menjadi bunga yang berbunga, dan sebagai akibat rumahnya disita. Tentu hal ini tidak bisa dikatakan tindakan yang bermoral. Dalam berinvestasi, Gereja juga tetap menjaga moralitas. Misalnya Gereja katolik tidak akan menginvestasikan uangnya pada jenis business yang tidak disetujui oleh Gereja, misalnya perusahaan alat perang.

Dengan kata lain, walaupun ajaran riba ini sudah tidak lagi ditekankan, tetapi kita memiliki suara hati dan logika. Kita perlu untuk memakainya saat memberikan  pinjaman. Apakah untuk usaha, atau diberikan kepada saudara yang sedang mengalami kesulitan. Juga apakah jika kita berinvestasi, kita tanamkan pada bisnis yang bermoral.

Terimakasih untuk pertanyaan yang baik ini karena mengingatkan kita bahwa bunga pinjaman, walaupun sudah bisa diterima secara moral, namun dalam kondisi tertentu bisa tetap sebagai dosa.

Saudaramu dalam Tuhan,
Rm. Petrus Suroto MSC

Kategori