Renungan 23 Februari 2020

by | Feb 22, 2020 | Chaplain | 0 comments

SIKAP LENGKET

Suatu hari saya mendapatkan pesan WA dari umat yang sudah senior, yang baru saja merayakan 50 tahun perkawinan. “Melupakan kesuksesan adalah kunci kebahagiaan.”  Kalimat ini tertinggal lama dihatiku.

Ya, kadang kita begitu lekat kepada pengalaman kesuksesan. Rm. Alex Dirdjo dalam buku kecilnya “Dyana:memetik buah-buah meditasi (Kanisius 2012), menulis bahwa segala macam kelengketan atau sikap lekat, lambat laun akan memadamkan seri kebahagiaan di hati.

Apa yang sering membuat kita lengket? Kita biasanya lengket pada sesuatu yang biasanya baik seperti sahabat-sahabat, pekerjaan, nama baik atau reputasi. Apa yang salah kalau kita terlalu lengket dengan hal-hal baik itu? Kita menjadi kurang bisa menangkap keindahan yang sekarang ini dan di tempat ini. Misalnya ada orang yang selalu mengingat sahabat baiknya yang sekarang berada di luar negeri. Kerinduan pada sahabat baiknya membuatnya tidak menikmati pekerjaannya sekarang ini.

Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh bangga dengan hal-hal baik di masa lalu. Yang tidak tepat adalah kalau kita terlalu lekat. Memory yang indah itu seperti foto pacar yang disimpan di dompet. Sesekali dilihat itu sangat baik karena menyemangati. Tetapi selalu melihat fotonya? Bisa membuat kita nabra-nabrak sewaktu berjalan. Pandanglah fotonya sesekali saja.

Anehnya kita kadang suka lengket kepada perasaan-perasaan negative. Ada orang yang lengket dengan rasa sakit hati, dendam, kecewa, atau iri hati. Dan kita tidak bisa melepaskan perasaan-perasaan negative itu.

Tidaklah manusiwai kalau kita tidak memiliki perasaan negative. Hidup kita pastilah pernah dan bahkan sering mengalami kekecewaan, iri hati, sakit hati dan sejenisnya. Rasakan itu tetapi juga lepaskanlah. Biarkan dia pergi. Dan jangan kita lengket dengan perasaan-perasaan itu.

Sementara menulis  artikel ini, lewat dan membawakanku sebotol air mineral, seorang pastor senior. Dia tersenyum dan menyodorkan air, “yang haus-yang haus” sambil tertawa lebar. Di masa lalu, dia orang hebat. Studi di Australia dan Filipina, dia telah banyak memberi retret untuk imam-imam dan suster-suster. Jabatan pastor kepala di paroki-paroki besar di Jakarta dan Jawa Tengah, pernah menjadi provincial dan superior, menjadi missionaris di luar negeri. Tapi kini, di usia tua, dia dengan sangat bebas menjadi pengurus rumah  tua. Dia menyiram bunga, melap daun-daun tanaman hias, ngepel lantai dan setrika dengan wajah berseri-seri. Sebenarnya dia paling tua di dalam ruamah tua itu, tetapi dia yang paling sehat. Karena dia tidak lengket dengan sukses masa lalu dia sangat peka dengan keindahan-keindahan kini dan di sini. Dahan-dahan yang ditiup angin, bunga-bunga, orang-rang yang berpapasan saat dia berbelanja di toko.

William Feather berkata, orang bijak mencari kegembiraan kecil-kecil yang ada di mana-mana karena sadar bahwa kegembiraan besar sedikit jumlahnya dan jarang muncul. Teman yang tersenyun sambil melambaikan tangan, keteduhan kolam yang luas, bunga-bunga indah di kejauhan, sudah  akan memberi kebahagiaan.

Saudaramu dalam Tuhan,

Pst. Petrus Suroto MSC

Kategori