Renungan 22 Maret 2020

by | Mar 23, 2020 | Chaplain | 0 comments

MELAKSANAKAN KEHENDAK TUHAN

Saya pernah melihat acara di TV, seorang motivator ulung Indonesia yang berbicara tentang hasrat yang benar. Kalau kita renungkan setiap orang tentulah memiliki hasrat. Ada orang yang hasratnya menduduki kedudukan atau mencari kekayaan sebesar-besarnya. Tetapi motivator tadi bertanya, hasrat apa yang paling tinggi. Dan dia menjawab kedudukan dan pangkat menjadi bermakna jika dipakai untuk menjadi sebaik-baiknya manusia yaitu yang berguna bagi sesama.

Kalau hasrat yang paling benar adalah menjadi sebaik-baiknya manusia yang berguna bagi sesama, Bunda Marialah orangnya. Konteks pada zaman Maria adalah mereka sementara menanti-nantikan campur tangan Tuhan. Manusia sudah terlalu bebal hati sehingga hukum-hukum Tuhan tidak ditaati lagi. Namun Tuhan tidak membatalkan rencana-Nya untuk membahagiakan manusia. Dia merencanakan agar Sang Putra turun menjelma menjadi manusia. Dialah Sang Imanuel (Yes 7:14).  Namun untuk maksud itu dipeerlukan kerja sama manusia, “seorang perempuan muda akan mengandung” (Yes 7:14). Dan Marialah yang terpilih.

Gereja merayakan Maria Menerima Kabar Gembira ini sebagai peristiwa yang penting. Kesediaan Maria untuk melaksanakan kehendak Bapa merupakan kabar sukacita bagi seluruh umat manusia. “Ya” Maria merupakan jembatan yang  menghubungkan Surga dengan Dunia. Dunia yang berdosa akan dihubungkan kembali dengan Surga Mulia.

Ternyata misi yang besar ini, justru mensyaratkan sikap sederhana. Maria menjadikan diri-Nya Bunda Tuhan bukan dengan mencari kebesaran dan prestasi. Dia tidak berusaha menjadi pusat dengan pelbagai aktivita. Justru dia mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Keputusan paling penting dalam diri Maria justru sikap Maria yang meninggalkan segala perkara dalam tangan Tuhan, menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Dia tidak memiliki rencana sendiri, tetapi Tuhan yang merencanakan dan dia melaksanakannya dengan penuh ketaatan hamba. Dengan sikap serah diri itu, Bunda menjadi tenang, damai, siap siaga, jernih dan bening; siap melaksanakan kehendak Tuhan kapan saja.

Apakah ini berarti Maria bersikap pasif total, karena bukankah Tuhan yang melaksanakan? Tidak saudaraku. “Ya” Maria adalah “ya” yang aktif. Perhatikan bahwa sebelum Bunda mengatakan kesediaannya, dia bertanya, “Bagaimana hal ini terjadi karena saya belum bersuami?”(Luk 1:34)  Dan justru karena pertanyaan itu, rahmat Tuhan berjatuhan dari atas. Allah menjamin bahwa Roh Kudus akan menyertai Maria. Bunda bertanya dan justru karena pertanyaan itu menjadi jelas apa yang harus dibuat selanjutnya.

Hal lain lagi yang menambahkan bahwa Bunda Maria tidak sekedar pasif total adalah konsekwensi yang harus dia tanggung. Banyak kesulitan yang dihadapi Bunda Maria dalam melaksanakan panggilan Tuhan: melahirkan di kandang, mengungsi ke Mesir, mencari Yesus ketika tertinggal di Bait Allah, melihat Putra-Nya memanggul salib sampai memangku jenasah Putra-Nya. Panggilan Tuhan mengandung resiko dan pengorbanan diri, seperti seorang hamba menanggung kesulitan ketika melaksanakan kehendak tuannya.

Para saudara, pesan apakah yang dapat kita pelajari dari Hari Raya ini?  Mari kita mencari hasrat yang benar dalam hidup. Dan hasrat yang benar itu adalah mencari, menemukan dan melaksanakan kehendak Tuhan. Namun menemukan kehendak Tuhan belumlah cukup. Sebagaimana Bunda bertanya kepada Malaikat, kitapun  perlu dan harus bertanya “bagaimana”. Pertanyaan bagaimana membuat kesediaan kita menjadi lebih berharga. Bagaiaman supaya aku menjadi pastor yang lebih baik lagi, bagiamana aku dapat menjadi guru yang lebih baik, bagaimana aku menjadi orangtua yang lebih baik dan seterusnya.

Marilah kita meneneladan Maria: melepaskan diri untuk dibentuk oleh Tuhan pada setiap kejadian  hidup kita.  Dan menjadikan diri kita berguna bagi sesama. Tentu cara kita menjadi berguna berbeda dengan Bunda kita. Kalau Bunda Maria adalah misi raksasa menjadi Bunda Tuhan. Kita diberi misi kecil, tetapi membutuhkan kesetiaan. Contoh kecil, sekarang ini, waktu renungan ini saya tulis, kita sementara diminta untuk bepergian jika tidak sangat penting, tetapi tinggal di rumah. Hal ini dilakukan untuk menghambat penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh viruscorona. Setia melakukannya adalah hal yang mudah jika dibanding dengan misi Maria. Tetapi walau kecil jika kita setia kita juga menjadi berguna bagi sesama atas resiko sakit karena terinfeksi coronavirus. Yang penting kita memiliki kesetiaan.

Saudaramu dalam Tuhan,

Fr. Petrus Suroto MSC

 

Kategori