Renungan 24 Mei 2020

by | May 22, 2020 | Chaplain | 0 comments

Hari Raya Kenaikan Tuhan

Dulu waktu saya masih frater calon imam, ada ujian lisan pelajaran theologi. Dan pertanyaannya adalah: Di mana Yesus sekarang? Dan jawaban saya: di sisi Kanan Allah. Dan jawaban saya dibenarkan.

Perayaan Hari Raya Kenaikan Tuhan pertama-tama mau mengungkapkan iman Gereja akan Kristus yang akan dimuliakan. Ungkapan “naik ke surga”menunjuk bahwa Yesus yang bangkit dan wafat kini dimuliakan di tempat Allah sendiri. Maka Ia duduk di sisi kanan Allah Bapa dan diberi kemuliaan atas surga dan bumi.

Kenaikan Yesus ke surga bukanlah tanda perpisasahan kita dengan Tuhan Yesus. Ia tetap hadir di antara kita, walau tidak seperti “Yesus Historis”sebagai manusia yahudi 2000 tahun yang lalu. Dia hadir dalam:

Ekaristi. Kita bersatu erat dengan Yesus dalam perayaan Ekaristi. Maka perayaan ekaristi menjadi paling istimewa dan mencapai puncaknya.

Kristus juga akan menyertai kita lewat Pribadi Ketiga Allah Tritunggal, Roh Kudus. Dengan kehadiran Roh Kudus justru Yesus semakin bebas dalam kehadiran dalam Gereja.

Setelah 20 TAHUN IMAMAT

Hari ini 20 tahun yang lalu, 24 Mei 2000, saya ditahbiskan menjadi imam Katholik oleh Mgr. Julius Kardinal Darmoatmadja SJ.

Ketika saya diterima dan masuk ke Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan, saya tidak pernah menduga bahwa hidup saya mengarah seperti sekarang ini. Di tahun pertama, pada tahun 1986, saat Ulangtahun ke-16, Rm. Soenarwidjaja SJ yang adalah Rektor pada waktu itu menulis kartu ucapan bertuliskan, “Dominus autem mihi ad stitit et convortavit me”. (2 Tim 4:17). Itu adalah kutipan Kitab Suci Vulgata yang kalau mau diteruskan “ut per me praedicatio impleatur et audiant omnes gentes et liberatus sum de ore leonis.”  Dalam terjemahan bahasa Indonesia: “tetapi Tuhan telah mendampingi  aku   dan menguatkan   aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya.”  Saya sangat menyukai kutipan Kitab Suci ini dan saya jadikan motto panggilan.

Saya merasakan bahwa motto itu, yang suka saya daraskan dalam hati, menjadi kekuatan dalam menjalani panggilan. Selepas tahbisan, saya ditugaskan di Paroki Hati Kudus Yesus Tegal. Selama tiga tahun saya melayani umat di pesisir utara yang pada waktu itu wilayahnya mencakup dari Kabupaten Brebes, Tegal dan Kotamadya Tegal.

Kemudian tarekat meminta saya untuk memperdalam pengetahuan dengan studi S2 dalam bidang konseling keluarga dan pastoral keluarga di Ateneo de Manila University, di Manila, Filipina. Tiga tahun saya menyelesaikan studi dan kemudian ditugaskan di Paroki Purworejo sebagai pastor Paroki sekaligus di Komisi Keluarga Keuskupan Purwokerto. Tidak genap 3 tahun, di tahun 2008 saya ditugaskan di Manado untuk bertanggungjawab dalam pembinaan dasar calon imam MSC. Karena saya studi S2 dalam bidang konseling pastoral, saya diminta untuk merangkap tugas mengajar di Seminari Tinggi: mengajar Psikologi Perkembangan, Psikologi Kepribadian, Pengantar Psikologi, Konseling pastoral dan konseling keluarga. Tujuh tahun di Manado, tahun 2014 berpindah ke Jakarta, membantu Administrasi Tarekat MSC sebagai koordinator pembinaan tarekat MSC dan anggota Dewam.

Dan di pertengahan tahun 2017, saya mendapatkan libur panjang (2 bulan) dan membantu di Paroki Stella Maris, Jakarta dan kemudian mendapat tugas baru sebagai Chaplain di The Catholic Indonesian Community. Dan kita bertemu.

Memilih menjadi anggota tarekat Missionaris membawa konsekwensi selalu siap berpindah tempat. Saya tidak pernah tahu kemana lima tahun dari sekarang. Kepada kami ditanamkan prinsip: ad omne opus bonum semper paratus (untuk setiap tugas yang baik selalu siap sedia). Moto panggilan, Tuhan menyertai aku dan mendampingi aku selalu aku rasakan dalam perjalalanan hidupku.

Terimakasi kepada keluargaku yang mendidikku untuk menghidupi iman katholik, terimakasih MSC untuk mengarahkanku belajar filsafat dan theologi dan kemudian menugaskan menjadi imam, dan umat semua yang selalu mendukung panggilanku dengan doa dan dukungan. Tidak mudah menjadi imam. Kesepian hati adalah tantangan yang sangat nyata. Dan hidup berpindah-pindah. Semua itu membuatku sadar, hanya satu yang tidak berubah, yaitu kasih Allah yang tiada batas.  

Saudaramu dalam Tuhan,

Petrus Suroto MSC . Chaplain.

Kategori