Renungan 12 April 2020

by | Apr 10, 2020 | Chaplain | 0 comments

In the Suffering, we find redemption

Dalam penderitaan, kita mendapatkan penebusan

Pesan Paskah Kardinal George Pell sehari setelah dibebaskan dari Penjara

Semua orang mengalami penderitaan. Tidak ada satupun yang selalu bisa menghindarinya. Semua orang menghadapi pertanyaan-pertanyaan ini. Apa yang harus aku lakukan dalam situasi ini. Mengapa ada begitu banyak kejahatan dan penderitaan? Dan mengapa terjadi pada diri saya? Mengapa ada coronavirus?

Orang-orang Yunani dan Roma kuno berpikir bahwa para dewa susah ditebak, bisa menghukum tanpa alasan. Telah dinyatakan bahwa ketika mereka mendapatkan hadiah-hadiah, mereka melanjutkannya dengan memberi persembahan  kepada salah satu dewa yang akan menutupinya sehingga dewa yang lain tidak menjadi cemburu.

Dewasa ini orang atheis percaya bahwa alam raya, termasuk kita, adalah produk dari suatu kebetulan besar, bahwa tidak ada logos transcendent (kata lain dari Tuhan) untuk menerangkan rangkaian DNA, 10,000 nerve sistem yang membentuk mata, atau menerangkan kejeniusan Shakespear, Michaelangelo, Beethoven dan Albert Einstein.

Pilihan berikut adalah agnostisme radikal. Kita tidak tahu dan mungkin kita tidak ingin tahu. Di sini para agnostik bisa berdebat melawan takdir bersama dengan kaum stoa (stoa adalah sekelompok masyarakat zaman Yunani kuno yang berhasil megnembangkan pemikiran sistematis), atau berbelok ke arah kemarahan, perjalanan menuju “raging against the night”.

Paskah memberikan kepada kita jawaban kristiani tentang penderitaan dan hidup. Orang Kristiani adalah monotheis (percaya kepada Tuhan yang Esa) yang dikembangkan dari wahyu agama Yahudi, karena orang kristiani juga mengikuti Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Mereka percaya bahwa hampi 2000 tahun yang lalu, seorang pemuda Yahudi disalibkan di atas bukit di Yerusalem, pada Jumat siang hari. Dia dipandang rendah dan ditolak. Banyak orang telah melihatnya mati, namun sedikit orang, mereka yang beriman setelah mujizat kebangkitan badan pada hari Minggunya, menjadi percaya. Pewartaannya bukan jiwa Yesus maju berbaris menuju Surga, namun bahwa keseluruhan pribadi Yesus dipulihkan, mengatasi hukum kesehatan dan fisik. Orang-orang Kristiani percaya bahwa anak muda ini adalah Anak Tunggal Allah, Mesias. Tulang-tulang Yesus tidak akan diketemukan. Dia adalah Mesias bukan dalam garis para raja seperti Daud dan Salomo, tetapi Hamba Yahwe yang menderita menurut Yesaya, yang menebus kita, membuat kita menerima pengampunan dosa dan masuk ke dalam kebahagiaan kekal.

“Lihatlah kayu salib tempat Penyelamat Dunia bergantung.”

Orang segenerasi dengan saya atau yang lebih muda melewati masa isitimewa. Ini bukanlah untuk kalipertama. Kita tidak hidup saat ada wabah flu-spanyol setelah perang dunia pertama, dan kita juga tidak hidup saat “Black Death” yang menyedihkan merebak ganas pada abad ke empatbelas yang membunuh sepertiga penduduk  di banyak tempat. Yang baru pada zaman ini adalah kemampuan kita untuk melawan wabah dengan cerdik dan mengurangi penyebarannya.

Krisis pelecehan seksual merusak ribuan korban. Untuk banyak sudut pandang, krisis ini buruk dampaknya untuk Gereja Katholik. Tetapi kita sudah memotong kanker moral ini walau dengan sangat sakit (Gereja Katholik Australia menetapkan standard profesional yang ketat untuk menghindari terjadinya pelecehan kepada anak-anak di lingkungan Gereja).  Ini adalah hal yang bagus. Demikian juga banyak yang melihat COVID-19 sebagai waktu yang tidak baik untuk mereka yang menyatakan percaya kepada Tuhan yang baik, kasih tertinggi dan maha bijaksana, pencipta langit dan bumi. Dan ini adalah sebuah misteri, semua menderita, terutama jumlah yang amat besar yang meninggal melalui wabah dan peperangan. Tetapi orang-orang kristiani lebih mampu menghadapi penderitaan lebih daripada kaum atheis menerangkan keindahan dan kebahagiaan hidup.

Dan banyak, sebagian besar memahami arahnya,  bahwa PutraTunggal Allah tidak menjalani jalan mudah dan menderita begitu banyak. Yesus menebus kita dan kita bisa menebus penderitaan kita dengan mempersembahkan kepada Dia dan kepada Allah.

Saya baru saja melewati 13 bulan di penjara untuk kejahatan yang tidak saya lakukan. Saya tahu, Tuhan menyertaiku, tetapi saya tidak tahu apa rencanaNya, biarpun demikian saya memahami  bahwa Ia menghendaki kita semua bebas. Namun dengan setiap tekanan, pada akhirnya adalah sebuah penghiburan untuk memahami bahwa saya bisa mempersembahkan (penderitaan itu) kepada Allah untuk maksud-maskud baik seperti mengubah misa yang adalah penderitaan kepada energi spiritual.

Akar dari pelayanan kesehatan kita berakar dalam dalam tradisi kristiani tentang pelayanan. Pelayanan mereka yang terus menerus melawati jam kerja yang panjang dengan bahaya terinfeksi. Tidak seperti zaman Roma di mana orang-orang kristiani menjadi sangat unik karena mereka tinggal bersama dengan yang sakit dan merawat mereka pada masa wabah. Bahkan Galen, doktor kuno yang sangat terkenal, lari juga dari negrinya saat wabah melanda.

Kiko Arguello, co-founder Neocathecumenal Way, menyatakan bahwa pembeda fundamental antara orang-orang yang takut akan Allah dan kaum sekular di temukan saat menghadapi penderitaan. Terlalu sering orang yang tidak beriman mengeliminir penyebab penderitaan melalui aborsi, euthanasia, atau menjauhkan dari pandangan mereka: membiarkan orang-orang terkasih tidak dikunjungi di nursing homes. Orang-orang Kristiani melihat Kristus  pada para korban, para penderita sakit, orangtua dan mereka yang harus ditolong.

Inilah bagian dari pesan Paskah dari Kristus yang bangkit.

Diinterpretasikan oleh Fr. Petrus Suroto MSC. Chaplain Komunitas Katholik Indonesia, Sydney. 

Kategori