PETRUS, SANG BATU KARANG (Bagian II)

by | Sep 3, 2023 | Chaplain | 0 comments

3) Ada beberapa kata dari penulis tersirat yang dapat digunakan sebagai karang atau batu dalam bahasa Yunani. Petra dan lithos adalah yang paling umum. Kata itu dapat digunakan secara bergantian. Konotasi akan “besar” atau “kecil” dari kedua kata tersebut tergantung pada konteksnya. Kedua kata tersebut berarti karang atau batu. Craig S. Keener, seorang sarjana Protestan, pada halaman 90 dari “The IVP Bible Background Commentary of the New Testament”, menyatakan: “Dalam kata Yunani kata petros dan petra adalah istilah dari akar yang sama, yang digunakan bergantian pada periode ini…” D.A. Carson menunjukkan bahwa perbedaan besar/kecil memang ada dalam bahasa Yunani, tetapi itu hanya ditemukan dalam Yunani kuno (digunakan pada masa abad delapan sampai dengan abad empat Sebelum Masehi), dan hal itu terbatas pada bentuk puisi. Perjanjian Baru ditulis dalam Yunani Koine (digunakan dari abad ke-empat Sebelum Masehi sampai dengan abad ke-lima Masehi). Carson sependapat dengan Keener dan umat Katolik bahwa tidak ada perbedaan dalam definisi antara petros dan petra.

Salah satu kamus Yunani yang paling banyak digunakan di antara kaum Evangelis adalah “Gerhard Kittel’s Theological Dictionary of the New Testament”. Dalam pernyataan mengenai Matius 16:18, Dr. Oscar Cullman, seorang editor penyumbang akan karya tersebut, menulis: Permainan kata-kata yang sangat jelas masuk ke dalam teks Yunani tersebut… memberikan kesan identitas material antara petra dan Petros… sebagaimana adalah hal mustahil untuk membedakan secara sempit antara kedua kata tersebut… Petros sendiri adalah petra itu, tidak hanya imannya maupun pengakuannya… ide para reformer bahwa ia mengacu kepada iman Petrus adalah hal yang agak susah dibayangkan… Karena tidak ada referensi di sini kepada iman Petrus. Melainkan, pararelisme antara “engkau adalah Karang” dan “di atas karang ini akan kudirikan” menunjukkan bahwa karang kedua hanyalah bisa sama dengan karang pertama. Maka dari itu sangat nyata bahwa Yesus mengacu kepada Petrus, kepadanya Dia telah memberikan nama Karang… Sejauh poin ini eksegesis Katolik Roma adalah benar dan semua upaya Protestan untuk menghindari interpretasi ini haruslah ditolak.

4) Bila Santo Matius ingin membedakan “bebatuan” dalam teks, dia kemungkinan besar akan menggunakan ‘lithos’. Seperti dinyatakan di atas, ‘lithos’ dapat mengacu kepada karang besar, tetapi ia lebih umum digunakan untuk menyebut batu kecil. Tetapi, ada kata ketiga yang dapat digunakan Santo Matius yang selalu berarti batu kecil: psephos. Kata tersebut digunakan dua kali dalam Wahyu 2:17 sebagai “batu” saat Yesus berkata, “Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya.” Di sini kita mempunyai satu kata Yunani yang tidak seperti lithos atau petra dan selalu mempunyai konotasi “batu kecil”, atau “kerikil”.

5) Sebuah garis pemikiran yang lebih sepele menjauh dari bahasa-bahasa asal dan menyelidiki konteks sekejap dari kalimat tersebut. Perhatikan, Tuhan kita berkata kepada Santo Petrus dalam Matius 16:17-19: Dan Yesus menjawabnya, “Kata Yesus kepadanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di Surga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di Surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di Surga.”

Yesus menggunakan kata orang kedua personal tujuh kali hanya dalam tiga ayat. Konteksnya sudah jelas akan Yesus yang mengkomunikasikan otoritas unik kepada Petrus. Lebih lagi, Yesus digambarkan sebagai pendiri Gereja, bukan gedungnya sendiri. Dia berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku”. Yesus adalah “orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu” (Matius 7:24) dalam Injil Matius. Sekali lagi, tidak masuk akal bila  konteksnya Yesus membangun Gereja di atas diriNya. Dia membangunnya di atas Petrus.

6) Banyak orang yang melewatkan pentingnya perubahan nama Simon menjadi Petrus. Saat Allah mewahyukan kepada orang-orang tertentu akan panggilan baru yang radikal dalam Kitab Suci, Dia kadangkala mengubah nama mereka. Khususnya, kita menemukan ini dalam panggilan para Bapa Bangsa. Abram (“bapa yang agung” dalam Ibrani) diubah menjadi Abraham (“bapa bangsa-bangsa”). Yakub (“pengganti”) menjadi Israel (“Ia yang berjalan dengan Allah”). Bahkan, ada pararel yang menarik antara Abraham dengan Santo Petrus. Dalam Yesaya 51:1-2, kita baca: “Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengejar apa yang benar, hai kamu yang mencari TUHAN! Pandanglah gunung batu yang dari padanya kamu terpahat, … Pandanglah Abraham, bapa leluhurmu,…” Yesus di sini membuat Santo Petrus sebagai “bapa” sejati kepada keluarga beriman, seperti Allah membuat Abraham “bapa” sejati kita dalam Iman (Bdk. Roma 4:1-18; Yakobus 2:21).

7) Saat kita memahami bahwa Kristus adalah “putra Daud” sejati yang datang untuk memulihkan Kerajaan kenabian Daud, kita memahami bahwa Kristus dalam Matius 16, seperti Raja Israel, sedang menunjuk seorang “perdana mentri” di antara para mentrinya — para rasul — dalam Kerajaan-Nya. Yesaya 22:15-22 memberikan kita gambaran akan pelayanan “perdana mentri” dalam Israel kuno: Beginilah firman Tuhan, TUHAN semesta alam: “Mari, pergilah kepada kepala istana ini, kepada Sebna yang mengurus istana, dan katakan: …Sesungguhnya, TUHAN akan melontarkan engkau jauh-jauh, … Aku akan melemparkan engkau dari jabatanmu, dan dari pangkatmu engkau akan dijatuhkan. Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia: Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.

Dalam Wahyu 1:18, Yesus menyatakan, “…Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.” Dia kemudian mengutip ayat dari Yesaya dalam Wahyu 3:7: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia: Inilah firman dari Yang Kudus, Yang Benar, yang memegang kunci Daud; apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” Tiada seorang Kristen yang menyangkal bahwa Yesus adalah sang Raja yang mempunyai kunci-kunci tersebut. Kepada siapa dia mempercayakan kunci-kunci tersebut? Hanya kepada Petrus, dialah Sang Batu Karang!

Fr. Agustinus Handoko MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031

Kategori