Dikubur Atau Dikremasi? (Bagian 4)

by | Oct 18, 2022 | Chaplain | 0 comments

Dengan bertambahnya jumlah no religion di Australia (38%, data 2021), maka tawaran untuk funeral service menjadi semakin bervariasi. Namun tidak semua tawaran itu sesuai dengan iman Katolik. Iman kita seharusnya mempengaruhi pilihan-pilihan kita. Sebab kalau kita menganggap semua sama saja, maka perlahan-lahan tradisi kekatolikan akan luntur. 

Jika Memilih Kremasi 

Dari tulisan-tulisan sebelumnya kita bisa simpulkan bahwa kremasi diperbolehkan. Dengan memilih kremasi dasar iman tentang kematian, hidup kekal, dan harapan akan kebangkitan tidak boleh ditinggalkan atau disangkal. Begitu pula penghormatan kepada jenazah dan kenangan akan orang tersebut. Karena itu perlakuan terhadap abu harus juga dengan semangat katolik, yaitu dengan dimakamkan di tempat yang suci, Gereja ataupun tempat khusus.

Bagaimana tuntunannya bagi umat beriman katolik, namun ingin untuk menguburkan abu di laut? Berikut ini adalah kutipan dari Norma Liturgi tentang Kremasi, yang diterbitkan oleh Kongregasi Penyembahan Ilahi. Bahan ini saya ambil dari Stefanus Tay dari  katolisitas.org, tentang ketentuan pemakaman kriten bagian kremasi: 

417. Abu jenazah yang dikremasi harus diperlakukan dengan penghormatan yang sama yang diberikan kepada tubuh manusia asalnya. Ini termasuk penggunaan bejana yang layak untuk menyimpan abu tersebut, cara bejana abu itu dibawa, dan perlakuan dan perhatian kepada penempatan yang layak dan transportasinya dan perletakan akhir bejana abu tersebut. Abu jenazah yang dikremasi harus dikubur di makam atau disemayamkan di kubur besar yang indah (mausoleum) atau kolumbarium. Praktek menyebarkan abu kremasi di laut, dari udara, atau di atas tanah, atau menyimpan abu kremasi di rumah saudara atau teman dari orang yang meninggal, bukan merupakan sikap penghormatan yang disyaratkan oleh Gereja. Jika memungkinkan, harus dipilih cara-cara yang layak untuk mengabadikan kenangan akan orang yang meninggal itu dengan cara yang terhormat, seperti dibuatnya plakat atau batu yang mencantumkan nama dari orang yang meninggal.”

Tiga alternatif cara untuk memperlakukan abu sisa kremasi dengan hormat disebut dalam Ordo Exsequiarum (Tata Cara Pemakaman Katolik) yang diterbitkan oleh Kongregasi Ibadat (CDW) tanggal 22 Januari 1966, yaitu: 

Pertama, abu kremasi disimpan di guci dan dikuburkan di pemakaman seperti jenazah. Gereja sangat menghargai kebiasaan saleh untuk pemakaman ini (OE 417). 

Dua, abu kremasi ditempatkan di guci dan diistirahatkan di kolumbarium (OE 417). 

Tiga, abu kremasi bisa dikuburkan “di dasar laut” (OE 406, #4). Guci tersebut dibenamkan, maksudnya diturunkan ke dasar laut dan ditinggalkan di sana. Jika cara ketiga yang dipilih, guci harus dibuat sedemikian berat supaya dapat dibenamkan sampai ke dasar laut, dalam keadaan tetap tertutup rapat.

Yang sudah terlanjur dilarung 

Bagaimana dengan saudara-saudari kita yang sudah terlanjur dilarung di laut? Tentu kita tetap percaya bahwa tidak sulit bagi Tuhan untuk mempersatukan kembali dan membangkitkan di akhir zaman, seusai dengan kebijaksanaanNya. Sama seperti jenasah saudara-saudari kita yang tidak dapat diketemukan karena kecelakan pesawat terbang. Dan kita tetap mendoakannya. Namun untuk kita yang beriman katolik, baiklah kita memilih yang sejalan dengan ajaran iman Katolik. 

Demikan para saudara, umat CIC, tuntunan Gereja tentang Kremasi. Tentu iman dan ajaran katolik kita mempengaruhi pemilihan kita dalam menangani mereka yang sudah berpulang. 

Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC, Chaplain.

Kategori