Site icon CIC Sydney

Refleksi Moto: “Nge-Zoom Rohani dengan Cerdas”

Saya tidak bisa menyembunyikan kejengkelan saya saat seorang teman dalam “pertemuan syukur” berupa makan, minum dan sharing pengalaman; menghidupkan Zoom Meeting, men-set up- dalam mute dan menonaktifkan video, menurunkan volume sampai titik nol dan menaruh gadget begitu saja. “Ada pertemuan doa, gak enak kalau gak nongol,” katanya.

Semenjak adanya Covid, menjamur konten-konten rohani lewat media social baik itu Facebook, Instagram, Zoom dan tentu saja Youtube. Kita bisa menikmati: misa online atau rekamannya, ajaran-ajaran rohani dari para pembicara terkenal dalam banyak topik. Kita bisa melihat wajah-wajah dari para pastor terkenal yang tadinya hanya kita dengar namanya. Hal-hal ini adalah hal yang baik. Saya dapat mengikuti seminar dan training tanpa harus meninggalkan rumah, menyaksikan misa requiem kakak saya, dan banyak hal baik yang saya rasakan. CIC juga sangat aktif dalam membuat konten lewat CIC TV serta kelompok-kelompok doa banyak mengundang pembicara dari berbagai tempat.

Pun demikian saya ingin memberi catatan dan mengajak kita untuk bersikap balance dalam menyikapi media sosial rohani.

  1. Kita Tetap Butuh Komunitas Ekaristis

“Enak sekarang, tidak perlu ke Gereja”, ungkap seorang umat yang tidak akan saya sebut namanya. Langsung saya kotbahi. “Bapak, Ibu, misa online itu harus ada izin dari Keuskupan setempat. Sekarang Uskup Agung Anthony Fisher sudah mencabut dispensasi itu dan kita harus kembali ke Gereja.”

Logikanya begini: kita adalah batu-batu yang hidup, yang berhimpun menjadi satu menjadi Gereja Umat Allah. Kita mendapat kekuatan dari Ekaristi dari meja altar yang sama. Maka tidaklah tepat kalau ke Gereja itu disamakan dengan pergi ke mall, dimana saya merasa “senang dan terhibur” tanpa perlu terlibat. Maka kita pergi ke Gereja manapun.

Sebagai umat kita perlu grounded di salah satu komunitas Gereja. Nah, sistem Gereja terbagi dalam teritori yang disebut paroki. Dalam hal ini CIC istimewa karena kita terhimpun berdasarkan etnik, latar belakang dan bahasa: Indonesia. Pun demikian anda tetap harus berbasis didalam satu Komunitas: Enmore, Kensington, dan SPJ, juga CIC Penant Hill, Chatswood atau Campbelltown.  Jika karena alasan tidak bisa ke Gereja, tetap membutuhkan komuni dari Komunitas di mana kita hidup.

“Males Romo, umatnya antik-antik”. Ini adalah komen yang sangat sering saya dengar. Bapak, Ibu; kita ini tubuh mistik Yesus Kristus. Sebagai bagian dari tubuh mistik Yesus Kristus, kita membawa dalam Gereja kita, kegembiraan dan harapan,  duka dan kecemasan. Maka kehadiran kita menjadi bermakna. Kalau kita tidak bisa bebagi duka dan kecemasan, kegembiraan dan harapan dengan saudara-saudari seiman, bagaimana kita bisa berbagi kepada musuh-musuh yang menjadi standard Yesus sendiri? Sebagaimana kita menikmati kegembiraan dan persahabatan, kita juga perlu membawa rasa kecewa dan duka sebagai bagian dari tubuh Kristus.

Saudaramu dalam Tuhan,
Rm. Petrus Suroto MSC

Bencana NTT
CIC mengalokasikan dana APP tahun ini untuk membantu korban banjir di Nusa Tenggara Timur. Sumbangan diberikan kepada kongregasi MGL yang turun membantu masyarakat yang berkesusahan dan Keuskupan. Misi Sosial. Terimakasih atas partisipasi umat.

Exit mobile version