Site icon CIC Sydney

Apakah Purgatory itu ada dan apakah berguna berdoa bagi mereka?

Tidak mudah untuk berbicara tentang purgatory. Alasannya simple, belum ada satupun di antara manusia, kecuali Yesus, yang pernah masuk ke dalam alam maut. Memang ada orang-orang yang pernah mengalami bersentuhan dengan kematian, dan kemudian hidup lagi, tetapi tidak pernah benar-benar masuk ke dalamnya. Hanya Yesus yang benar-benar masuk dalam alam maut dan kemudian bangkit.

Dalam Perjanjian Baru, pembicaraan tentang Purgatory hanya tersirat saja, yaitu pengampunan pada zaman yang akan datang (Mat 12:32; 5:26). Paulus mengatakan kemungkinan diselamatkan “dari dalam api” (1 Kor 3:15).

Yang secara konsisten dijalankan di dalam Gereja adalah doa untuk orang-orang mati. Mendoakan orang yang sudah meninggal dengan kurban penebus salah disebut dalam 2 Makabe sebagai gagasan yang suci dan saleh (2 Mak 12:45). Dalam masa Gereja purba, praktek mendoakan orang yang sudah meninggal sudah dimulai, seperti nampak dalam tulisan-tulisan di Katakombe. Praktek doa ini bukan hanya menyangkut kehiduan kekal, namun juga menyangkut pemurnian sesudah kematian. Mereka yang sudah meninggal tidak bisa lagi melakukan penyucian untuk dirinya sendiri; tetapi ia bisa dibersihkan lewat penderitaan. Para sahabat dan sanak saudara bisa mendampingi proses itu lewat doa-doa, derma, karya cinta kasih, pertobatan mereka sendiri terutama adalah perayaan Ekaristi atas namanya.

Lama kelamaan ajaran itu diperjelas dengan ajaran tentang purgatory, yang berasal dari kata bahasa latin, purgatorium, yang berarti tempat pemurnian. Namun kata api menjadi bergeser dari api yang memurnikan dengan penderitaan, kepada api belas kasih Allah. Api adalah kuasa Allah yang meluruskan, memurnikan, menyembuhkan dan menghanguskan apa yang tidak murni. Ketika kita mati dan berjumpa dengan Allah pencipta yang adalah kebenaran, keadilan dan cinta kasih. Allah begitu bercahaya sehingga segala kesalahan dan kekeliruan tidak dapat disembunyikan di hadapannya. Segala sikap tamak dan loba, sikap mencari kesenangan diri sendiri, ketidakpedulian dan cinta diri tidak dapat disembunyikan lagi. Kita berkonfrontasi dengan diri kita dan kelemahan-kelemahan kita. Proses ini sangatlah menyakitkan, karena kita mengerti segala ketidakpantasan kita, segala dosa dan kelemahan yang tersembunyi terungkap semua. Dan Allah tetap mencintai kita. Dan pada saat kita berkonfrontasi dengan segala ketidakpantasan kita itulah kita akan menerima rahmat pengampunan seutuhnya.

Namun Gereja menegaskan agar kita jangan membuat spekulasi berlebihan tentang api penyucian atau purgatory. Karena tidak seorangpun pernah ke sana sehingga deskripsi detil bisa menyesatkan. Cukuplah kita berpatokan bahwa kasih Allah itu tiada batas, dan setiap orang yang meninggal dalam rahmat, masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berproses ke arah kesempurnaan, karena Allah sempurna.

Maka kita fokus kepada penegasan Gereja, “Ada satu tempat pemurnian, dan jiwa-jiwa yang tertahan di sana mencari bantuan dari doa-doa syafaat yagn dipanjatkan oleh umat beriman, terutama dari kurban altar yang diperkenankan dari Allah” (DS 1820; NR 907).

Dan mendoakan mereka yang sudah meninggal, itu adalah tradisi saleh yang sudah mulai dari Yudaisme (Makabe), Gereja Purba, sampai sekarang. Maka  mari kita mengenang mereka dengan penuh kasih sayang dalam doa-doa kita, terutama lewat sakramen Ekaristi.

 

Saudaramu dalam Tuhan,

Fr. Petrus Suroto MSC

Exit mobile version